TOLERANSI YANG KEBABLASAN

Sungguh miris ketika menyaksikan maraknya pemberitaan di media-media yang menayangkan tentang prosesi perayaan natal di berbagai pelosok negri. Bukan perayaan natalnya yang membuat miris, tetapi apa yang terjadi di dalamnya yang sangat disesalkan dan membuat dada sesak. Bagaimana tidak, ditengah pesta pora perayaan natal yang dilaksanakan oleh umat Kristen tersebut, justru juga dimeriahkan dengan partisipasi umat islam didalamnya. Dengan mengatasnamakan toleransi beragama, mereka dengan ‘ikhlas’ turut membantu memeriahkan perayaan umat Kristen tersebut.

Seperti halnya yang terjadi di Papua. Dengan dalih toleransi beragama para remaja mesjid turun ke jalan di depan gereja katedral untuk membagikan bunga dalam rangka memeriahkan natal kepada setiap kendaraan yang lewat dan kepada mereka yang pergi ke gereja. Presiden SBY pun tak ketinggalan menghadiri perayaan natal di kota Manado. Kehadiran umat islam dalam perayaan Kristen dianggap sebagai hal yang unik dan bentuk toleransi yang tinggi.

Inilah bentuk toleransi yang kebablasan akibat tidak disandarkan pada ilmu dan pemahaman yang benar mengenai bagaimana islam memandang toleransi. Karena pada hakikatnya agama islam adalah rahmat seluruh alam sehingga pada praktek realnya islam adalah satu – satunya agama yang memiliki toleransi yang tinggi. Tapi toleransi disini telah diatur dan memiliki batasan-batasan syariat. Islam menjunjung tinggi toleransi dalam hal muamalah tetapi bukan dalam hal akidah. Bentuk toleransi dalam hal muamalah seperti halnya dalam dunia pekerjaan, jual beli, pendidikan, bertetangga dan sejenisnya. Sedangkan dalam hal akidah tidak ada toleransi sedikitpun yang dibenarkan, salah satunya adalah dalam hal ibadah. Tidak adanya toleransi dalam hal akidah ini sedikitpun tidak merugikan kaum di luar islam, karena umat islam tidak boleh mengikuti peribadatan non muslim dan mereka yang non muslimpun tidak pernah dipaksa untuk mengikuti ibadah umat islam.

Perayaan natal adalah salah satu peribadatan umat Kristen sehingga umat muslim tidak boleh terlibat sedikitpun di dalamnya, walaupun sekedar mengucapkan ucapan selamat natal. Namun saat ini, akibat kurangnya pemahaman masyarakat islam tentang hal tersebut serta telah menjamurnya pemukiran-pemikiran yang liberal dan sekuler, membuat masyarakat terjun bebas bahkan turut bersuka cita merayakan perayaan natal yang bukan perayaan agama islam dan tidak akan pernah ditemukan di dalam islam walaupun islam mengakui nabi Isa sebagai salah satu rasul Allah tetapi tidak untuk di kultuskan. Inilah akibat tidak adanya institusi Negara yang peduli dengan akidah umat yang kian terkikis. Hanya satu harapan, yaitu tegaknya Khilafah yang mampu menjaga dan melindungi akidah umat. Wallahu a’lam bi ash-shawab.

Oleh : Rida

Mahasiswi TEDC Politeknik di Bandung

~ oleh Ridha greenly pada 1 Januari 2009.

Tinggalkan komentar